Kapankah Kristus mendapatkan
kemenangan-Nya? Banyak orang menjawab: pada waktu Ia bangkit. Jawaban itu
kurang tepat, sebab Kolose 2:14- 15
mengatakan, "dengan menghapus surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan
hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya
pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa
dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka."
Jadi, ayat di atas menyatakan bahwa
sebenarnya Yesus sudah mendapat kemenangan-Nya di atas salib. Cuma kemenangan
itu belum terlihat secara kasat mata. Kebangkitan-Nya menyatakannya secara
jelas.
Kebangkitan Kristus adalah KEUNIKAN
kekristenan dibandingkan dengan agama lainnya. Kristus telah bangkit tidak mati
lagi. Kristus telah menang! Oleh karena itu perjuangan umat Tuhan bukanlah
perjuangan untuk meraih kemenangan; tetapi perjuangan dari kemenangan atas
segala dosa dan Setan yang sudah diperoleh oleh Yesus ketika Ia berada di atas
salib dan melalui kebangkitan-Nya (lih.
Yohanes 12:31; Kolose 2:15; Wahyu 12:11). Kemenangan-Nya memberi kita
kemenangan atas beberapa hal yang penting, yaitu:
- Kemenangan atas maut (1 Korintus 15:54b-57).
"Maut telah ditelan dalam
kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?
Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada
Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan
kita." (1Korintus 15:54b-57)
Maut adalah musuh manusia yang
terbesar. Maut tidak dapat dikalahkan oleh: kekayaan, kekuataan fisik, dan
kepandaian otak. ketiga hal itu biasanya digunakan oleh manusia untuk mempertahankan
dan mengembangkan hidup mereka. Namun, ketika maut datang, kekayaan manusia
tidak dapat menyuapnya; kekuatan fisik tidak dapat mengalahkannya; dan
kepandaian otak tidak dapat menaklukkannya. Sungguh, maut merupakan musuh
manusia yang paling menakutkan. Tetapi, Yesus sudah mengalahkannya di atas
salib.
Tuhan sudah mengalahkan maut, apakah
itu berarti bahwa setiap orang beriman tidak akan mengalami maut lagi? Umat
Tuhan pada suatu saat tetap akan mengalami kematian, namun konsep tentang
kematian itu sudah berubah. Maut tidak lagi sebagai hal yang menakutkan, namun
sebagai "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Firman Tuhan menyebut
orang percaya yang meninggal sebagai "tertidur", seperti yang
tertulis di dalam 1Tesalonika 4:13,
"Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui
tentang mereka yang meninggal (KJV: "concerning them which are
asleep"), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang- orang lain yang
tidak mempunyai pengharapan"
(bandingkan ayat 1Tesalonika 4:14 dengan Wahyu 14:13).
Orang biasa selalu berambisi untuk
menyingkirkan dan memusnahkan musuhnya. Orang pintar mampu mengubah musuh
menjadi teman yang membawa berkat. Orang pandai dapat mengubah sampah menjadi
pupuk; dapat mengubah besi rongsokan menjadi mobil yang mahal.
Tuhan Yesus belum menyingkirkan
maut; namun ia mengubah maut menjadi sesuatu yang berguna bagi umat-Nya, yakni
menjadi "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Oleh karena itulah
rasul Paulus berkata, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan." (Filipi 1:21)
- Kemenangan atas konsep diri yang salah.
Setelah maut, musuh terbesar kedua
bagi manusia adalah diri sendiri. Masyarakat menjadi kacau jika setiap pribadi
tidak dapat mengontrol dirinya. Orang yang suka membuat masalah di dalam
masyarakat maupun di gereja adalah orang yang mempunyai masalah di dalam diri
sendiri yang belum dapat diselesaikannya. Mereka yang tidak mempunyai rasa aman
di dalam diri akan mudah tersinggung dengan perkataan orang lain yang secara
obyektif tidaklah menyerang mereka.
Rasul Paulus menceritakan tentang
ambisinya pada masa lalu. Ia beranggapan bahwa dengan menganiaya jemaat Tuhan
ia sedang beribadah kepada-Nya (Filipi
3:6). Blaise Pascal pernah berkata, "Kejahatan terkeji yang pernah
terjadi dalam sejarah adalah kejahatan yang dilakukan atas nama agama."
Sebagian orang menggunakan nama Allah, sebagai otoritas tertinggi untuk
dimanipulir guna mendukung ambisinya sendiri.
Paulus menceritakan bagaimana pada
masa lalu ia membangun harga dirinya dengan hal-hal yang secara lahiriah dapat
dibanggakan, "Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada
hal- hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa
Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum
Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang
kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Filipi 3:4b-6)
Namun sayangnya, apa yang dahulu ia
banggakan telah membuat Tuhan sangat merasa malu dan bersedih hati. Apa yang ia
anggap mulia, dihadapan Tuhan sama dengan "sampah" (ayat 8b, cat.:
dalam bahasa aslinya adalah "kotoran manusia"). Apa yang dahulu ia
anggap benar, dihadapan Tuhan sebenarnya salah belaka (ayat 9).
Setelah mengenal Yesus sebagai
Juruselamat, ambisi Paulus berubah, seperti yang tertulis di dalam Filipi 3:10-11, "Yang
kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,
supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati."
Jadi, Paulus mengalami perubahan
dalam "konsep nilai"-nya. Konsep nilai berkaitan dengan sesuatu yang
dianggap paling berharga di dalam kehidupan seseorang. Segala hal boleh
dikorbankan demi sesuatu/seseorang yang dianggap paling berharga.
Bagaimana dengan konsep nilai Anda?
Falsafah Komunis mengatakan, "Satu-satunya yang bernilai adalah
materi." Ada banyak orang berkata, "Yang paling bernilai adalah
uang." Kaum hedonis berkata, "Yang terpenting adalah kenikmatan."
Bagaimana dengan falsafah hidup orang Kristen? "The only value is
truth" (yang paling bernilai adalah kebenaran). Seperti Tuhan Yesus pernah
berkata, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah
kebenaran." (Yohanes 17:17)
Kebenaran jangan dijual (untuk
mendapatkan sesuatu), namun kebenaran harus dibeli (yang lain boleh dikorbankan
demi kebenaran, Amsal 23:23).
- Kemenangan atas segala tantangan dan kesulitan.
Apakah umat Tuhan bisa hidup bebas
dari segala tantangan dan kesulitan? Tidak! Justru melalui tantangan dan
kesulitan yang dialami akan terbuktilah kemenangan yang dari Tuhan bagi umat-
Nya. Seorang pemenang adalah dia yang telah mengalahkan segala kesulitan dan
tantangan di dalam hidupnya. Jikalau tidak ada kesulitan, menang atas apa?
Firman Tuhan tidak mengajar kita
untuk lari dari kesulitan. Jikalau hal itu dikehendaki Tuhan, mintalah hikmat
dan kekuatan daripada-Nya untuk menaklukkan segala kesulitan, Rasul Paulus
menuliskan firman Tuhan yang dialaminya sendiri di dalam pelayanannya,
"Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit,
yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau
kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya,
atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam
bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba
sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang
yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:34-37)
Semua umat Tuhan mengamini bahwa
Allah adalah Maha Kuasa. seringkali kemaha-kuasaan-Nya diartikan sebagai Allah
yang mampu mengubah semua situasi-kondisi yang sulit dalam hidup kita. Kita lupa,
bahwa Allah yang Maha Kuasa juga mampu mengubah sikap hati kita terhadap
kesulitan yang sedang dihadapi.
Pada waktu Yesus berada di Taman
Getsemani, Ia minta jikalau boleh, cawan kepahitan itu dilalukan daripada-Nya.
Tetapi Bapa- Nya di Sorga tetap menghendaki Yesus meminum cawan itu. Bapa
mengirim seorang malaikat untuk memberi kekuatan kepada-Nya (Lukas 22:43). Salib itu tetap
harus dipikul, namun sikap hati manusia Yesus telah diubah dan dikuatkan.
Hasil-nya, Yesus dapat tegak berdiri untuk menghadapi salib dengan sikap hati
yang tangguh (bandingkan Yohanes
18:4-8).
Dalam bukunya
"Harmagedon", Billy Graham pernah menuliskan kata- kata sebagai
berikut, "Alkitab dan sejarah Gereja menunjukkan bahwa jalan keluar dari
Allah bagi penderitaan umat-Nya tidak selalu berarti bebas dari penderitaan itu
sendiri, melainkan kuasa untuk dapat bertahan dalam penderitaan."
Apa arti "lebih dari
pemenang" (Roma 8:37)?
Seorang pelari maraton sudah jauh melebihi lawan-lawannya dan sampai di garis
finish. para penonton memberikan tepuk tangan untuk kemenangannya. Namun,
tiba-tiba ia mempunyai ide. Ia melihat semua lawannya masih jauh tertinggal di
belakang. Maka dengan kekuatan yang masih ada, ia mengambil ancang-ancang untuk
lari sprint. Ia memutari satu lingkaran lagi dan sampai ke garis finish. Semua
penonton berdiri, memberikan tepuk tangan, dan mengelu-elukannya. Pelari itu
telah muncul sebagai "lebih dari pemenang".
Yesus sewaktu disalibkan dan dalam
keadaan sangat menderita, Dia masih bisa berdoa untuk pengampunan bagi
orang-orang yang menyalibkan-Nya. Juga, Ia masih memperhatikan ibunda-Nya
Maria. Dia meminta Yohanes, salah satu murid-Nya untuk memperhatikan Maria (Lukas 23:34; Yohanes 19:26-27). Yesus
menjadi Tokoh yang lebih dari pemenang.
Sejumlah besar pujian yang terkenal digubah pada saat
pengarangnya sedang mengalami tantangan dan cobaan yang begitu berat. Charlotte
Elliot telah mengubah lagu "Sebagai-mana Adaku" ("Just As I
Am", tahun 1836) pada waktu ia mengalami cacat tubuh dan tak berdaya. H.G.
Spafford mengubah lagu "Nyamanlah Jiwaku" ("It is Well with My
Soul") pada waktu musibah secara beruntun menimpa hidup dan keluarganya.
Perusahaannya mengalami pailit, lalu kedua anaknya meninggal dunia dalam suatu
musibah karam kapal. Fanny Crosby menggubah ribuan lagu pujian dalam keadaan
buta selama puluhan tahun sampai ia meninggal dunia. Ia masih berusia 3 tahun
pada waktu penyakit mata menyerangnya. Louis Pasteur menderita epilepsi dan
lumpuh sebelah. Namun, penyakitnya itu malah mendorong dia untuk mengadakan
riset di laboratoriumnya, sampai ia menemukan teori Pasteurisasi yang sangat
berguna di dalam dunia medis sampai saat ini.
Dalam segala kesulitan yang dialami
oleh orang-orang tersebut di atas, mereka tidak mengeluh kepada Tuhan, tetapi
malah mengarang syair-syair, lagu-lagu yang membangun, serta hasil riset yang
telah menjadi berkat bagi jutaan orang. Mereka telah keluar sebagai "lebih
dari pemenang".
- Kemenangan atas perasaan takut yang keliru.
Dosa telah memutar-balikkan banyak
hal: yang manusia harus takuti, malah jadi berani sekali; yang manusia harus
berani, malah jadi sangat takut. Seharusnya, manusia takut kepada Allah dan
berani kepada Setan; manusia harus berani mengatakan kebenaran dan takut untuk
berkata dusta. Namun, orang berdosa bersikap sangat berani menentang Allah dan
takut kepada Setan. Dosa telah membuat banyak orang takut berkata benar dan
berani berdusta.
Sebelum Yesus menampakkan diri
kepada murid-murid-Nya, mereka bersikap sangat takut, seperti yang tertulis di
dalam Yohanes 20:19a,
"Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu, berkumpullah
murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena
mereka takut kepada orang-orang Yahudi."
Namun, setelah dipenuhi Roh Kudus,
sikap mereka berubah total. mereka berani menyampaikan kebenaran walaupun
menghadapi ancaman penganiayaan, seperti yang tertulis di dalam Kisah Rasul 4:13, "Ketika
sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya
orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal
keduanya sebagai pengikut Yesus."
Rasa takut yang keliru seringkali
dipakai Iblis untuk melumpuhkan dinamika hidup kristiani. Banyak orang Kristen
tidak berani bersaksi karena mereka sudah kalah sebelum bertanding. Mereka
takut kalau-kalau orang lain tersinggung atau marah. Iblis sering memakai
"psychology of fear" (psikologi rasa takut) untuk memadamkan semangat
pelayanan di dalam diri umat-Nya. Seorang petinju pasti akan kalah apabila ia
pada waktu dipertemukan dengan lawannya dan di hadapan wasit tidak berani
menatap mata lawannya. Biarlah kita berdoa seperti yang didoakan oleh para
murid Tuhan,
"Dan sekarang, ya Tuhan,
lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu
keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk
menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat- mujizat oleh nama
Yesus. Hamba-Mu yang kudus. Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat
mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka
memberitakan firman Allah dengan berani." (Kisah Para Rasul 4:29-31)
Beberapa tahun yang lalu di harian
"Kompas" pernah ditulis satu hasil survey di Eropa. Banyak remaja
putra Eropa sudah melakukan hubungan seks sebelum nikah pada waktu usia mereka
sekitar 17 tahun 3 bulan. Sedangkan bagi remaja putri, banyak yang telah
melakukan hubungan seks pada usia sekitar 17 tahun 6 bulan. Hubungan seks
sebelum nikah telah menjadi standard yang dibanggakan di dalam kelompok mereka.
Sayangnya, apa yang mereka banggakan ternyata membuat Tuhan merasa malu dan
marah.
- Kemenangan untuk hidup memuliakan Tuhan.
"Dan jika Kristus tidak
dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam
dosamu." (1Korintus 15:17)
Benarlah ayat itu. Jikalau Yesus
telah dibangkitkan, maka percumalah manusia yang berusaha untuk hidup benar,
sebab Yesus Sang Kebenaran ternyata mengakhiri hidup-Nya di atas salib. Ia
diperlakukan secara tidak adil oleh manusia yang berdosa. Jikalau Yesus tidak
dibangkitkan, maka kebenaran dikalahkan oleh dusta. Tetapi puji Tuhan, Yesus
bangkit! Berarti: ada pengharapan bagi manusia yang ingin hidup benar dan mau
memuliakan nama Tuhan.
Kehidupan manusia Yesus adalah sangat
mulia. Usia-Nya hanya pendek saja, yakni 33 1/2 tahun. Sebagian orang Amerika
berkata, "Life begins from forty" (hidup dimulai sejak umur 40
tahun). Usia Yesus 6 1/2 tahun lebih muda dari kerinduan orang Amerika. Umur
Yesus juga paling pendek jika dibandingkan dengan para pendiri agama/ filsafat
lainnya. Laotze berusia lebih dari 100 tahun, Sidharta Gautama 80 tahun,
Socrates 68 tahun, dan Mohammad 64 tahun.
Walaupun pendek usia-Nya, tetapi
Yesus sudah mengisi setiap saat dalam hidup-Nya dengan hal-hal yang memuliakan
Bapa-Nya di Sorga. Hal ini dapat kita ketahui dari Yohanes 17:4, "Aku
telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang
Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." Ayat ini merupakan bagian
dari doa Tuhan Yesus sebelum Ia disalibkan. Jadi, hidup Yesus lebih menekankan
pada segi kualitas (mutu hidup) dan bukan kuantitas (panjang umur).
Hendaklah hidup setiap umat Tuhan
juga demikian. Masalah panjang umur bukanlah hal yang terpenting, tetapi
bagaimana seseorang menggunakan setiap waktu dalam hidupnya, apakah dengan
hal-hal yang berkenan di hadapan Tuhan, ataukah hanya memuaskan hawa nafsu dan
ambisi pribadi? Mutu hidup lebih dipentingkan di dalam kekristenan.
- Kemenangan untuk Gereja-Nya.
Tuhan Yesus pernah berkata kepada
Rasul Petrus dan para murid-Nya yang lain, "Dan Akupun berkata kepadamu:
Engkau adalah Petrus (Yun: Petros) dan di atas batu karang (Yun.: Petra) ini
Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan dapat menguasainya."
(Matius 16:18)
Apakah maksudnya "batu
karang" (Petra) di sini? Itu bukanlah diri Petrus (Petros), tetapi
pengakuan Petrus tentang Yesus yakni: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah
yang hidup!" (Matius 16:16).
Di atas pengakuan itulah gereja Tuhan didirikan; dan alam maut tidak akan dapat
menguasainya. Maut adalah musuh yang terbesar dalam hidup manusia. Musuh yang
terbesar itu tak dapat menguasai gereja Tuhan sebab didirikan di atas pengakuan
"Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup".
Tidak ada suatu kuasapun yang bisa
menghancurkan gereja Tuhan. Gedung gereja bisa dihancurkan, tetapi bukan
persekutuan umat Tuhan. Ini terbukti di dalam sejarah gereja Tuhan di RRC.
Selama beberapa puluh tahun Komunisme, di bawah pemerintahan Mao Tse Tung,
menganiaya banyak umat Tuhan. Mereka hanya bisa menutup pintu-pintu gedung
gereja, tetapi tidak berdaya menghancurkan persekutuan umat Tuhan. Sebelum
Komunisme berkuasa, jumlah orang Kristen di RRC kurang dari 1 juta orang.
Namun, setelah Mao Tse Tung meninggal dunia, pemerintah RRC mulai bersikap agak
lunak terhadap agama-agama. Ternyata mereka mendapati jumlah orang Kristen yang
berbakti "di bawah tanah" sudah mencapai sekitar 70 juta orang.
Sebagian umat Tuhan merindukan agar
kekristenan dapat menjadi agama mayoritas di dunia ini. Mereka berpikir
alangkah indahnya apabila orang Kristen menjadi mayoritas di dunia ini. Ijin
untuk mendirikan gedung gereja tidak diperlukan lagi; dan berbagai kemudahan
akan diperoleh oleh orang-orang Kristen.
Pernahkah itu terjadi? Pernah, yakni
pada abad ke-4, pada masa pemerintahan kaisar Romawi yang bernama Constantine
Agung (280- 337 M). Pada tahun 312, sang kaisar menyerang Itali dan mengalahkan
Maxentius, seorang musuh besarnya, di jembatan Milvian dekat kota Roma. Sebelum
pertempuran berlangsung, Constantine berkata bahwa ia melihat suatu tanda dari
Allahnya orang Kristen di langit. Tanda itu menyatakan, bahwa ia pasti menang.
Menurutnya, tanda itu adalah singkatan dalam bahasa Yunani untuk nama Kristus.
Kemudian, tanda itu dilukiskan di setiap perisai prajuritnya. Setelah
kemenangannya itu, Constantine menjadikan agama Kristen sebagai agama negara.
Dia pun menjadi seorang Kristen. Banyak gedung pengadilan Romawi yang diubah
menjadi gedung gereja.
Semua negara yang ditundukkan oleh
kaisar Romawi harus "di- kristen-kan", sehingga terjadi baptisan
masal. Banyak orang yang dibaptis tidak mengerti akan ajaran firman Tuhan.
Mereka menjadi Kristen oleh karena diharuskan oleh perintah sang Kaisar. Para
pemimpin gereja adalah orang-orang yang diangkat oleh pemerintah. Mereka
memiliki kekuasaan yang besar dan kedudukan yang "empuk". Akibatnya,
banyak praktek duniawi masuk ke dalam gereja. Sinkretisme (percampuran agama
Kristen dengan kepercayaan kafir) terjadi di dalam kehidupan gerejawi dan
umat-Nya. Di dalam sejarah gereja, jaman sejak Constantine sampai beberapa abad
selanjutnya dikenal dengan sebutan "dark ages" (abad-abad kegelapan).
Terlalu banyak orang menyebut diri Kristen tetapi hanya "Kristen KTP",
demikian pula dengan para pemimpin gereja. Jadi, ironis sekali -- jaman dimana
Kekristenan menjadi mayoritas justru disebut sebagai "dark ages".
Sebaliknya, di tempat di mana umat
Tuhan dianiaya; mereka hanya kelompok minoritas, di situlah terdapat
gereja-gereja yang hidup. Di situlah hadirat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah
kehidupan umat-Nya. Di situlah terjadi banyak manifestasi kemuliaan Allah.
Jadi, janganlah takut terhadap
segala tantangan dan aniaya. Takutlah jikalau Tuhan tidak diberikan tempat yang
semesti-nya di Gereja-Nya. Seperti yang tertulis di dalam Wahyu 3:20, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama
dengan Aku." Ayat ini bukan ditujukan kepada orang- orang non-Kristen,
tetapi kepada gereja Tuhan di Laodikia yang sudah suam-suam (Wahyu 3:16). Tuhan Yesus yang
seharusnya menjadi Kepala Gereja, tetapi Ia dibiarkan berada di luar pintu
gereja.
By : Crystian August Valencia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar